4.10.13

Jelajah Pantai Pangandaran

Liburan menjadi seperti suatusurga bagi para pelajar yang babak belur diterjang kejenuhan tugas-tugassekolah yang seakan tiada akhir. Masing-masing orang tentu saja berbeda satudengan yang lainnya dalam mengisi liburan mereka. Ada yang lebih senang menjadicouch potato di rumah sambil menggembulkan badan, ada yang suka hangout samateman-teman lama yang setelah sekian lama belum sempat untuk bersua karena kesibukan masing-masing, tapi adajuga yang menikmati liburan bersama keluarganya ke tempat-tempat wisata. PantaiPangandaran adalah destinasi saya dan keluarga untuk mengisi libur kenaikankelas beberapa bulan yang lalu.

Saya sebenarnya lupa mengenai rincian tanggalnya, mengingat saya bukan tipe orang yang suka mencermati hal-hal detail seperti tanggal ataupun nama orang. Tapi, saya akan coba untuk mengingat aktivitas apa aja yang saya lakuin didestinasi kali ini. Here we go!

Saya bersama keluarga besar berangkat malam-malam dari Jakarta ke tempat tujuan, Pangandaran, dengan harapan keesokan paginya bakal udah nyampe. Saya kiraperjalanannya nggak sejauh yang saya sebelumnya bayangkan, namun ternyata.. Harapan tinggalharapan. Saya baru sampai disana sekitar jam 14.00 WIB dengan bau badan yang ibarat kambing-kambing kurban satu kampung dikumpulin. Nggak enak banget, bau asem! Yah, walaupungitu, tapi tetep, sih, saya menikmati pemandangan jalan di beberapa daerah JawaBarat yang indah karena kehijauannya sambil dengerin One-nya Depapepe.

Setelah sampai di PantaiPangandaran, kami langsung check-in ke salah satu hotel dekat situ. Selagikeluarga saya sedang asik melihat-lihat Pantai Pangandaran, yang tersisa di kamarhotel hanya saya. Hal-hal yang saya lakukan selama sendirian hanya malas-malasan sambil mangap (baca: makan) apaaja yang saya liat di depan mata saya selama itu masih bisa dimakan. Maklum, saya emang udah kecapekan dan jenuh banget setelah berjam-jam cuma tidur cantik di mobil. Pokoknya di hari itu kegiatan saya cuma fulldengan males-malesan dan yaa.. masih bisa dibilang membosankan lah.

Besoknya, pagi-pagi, adek dansepupu ngajak saya buat main pasir sama jadi surfer amatir gagal di pantai.Awalnya saya udah sok dewasa tuh, udah keren aja nggak mau ikutan main. Sambil mengeluarkansenyum mengejek, saya kemudian mencibir mereka,

“Kan aku udah gede, ngapain,sih, main-main kaya gitu lagi? Kalian aja deh, kalian kan masih kecil-kecil tuhmasih nggak tau malu semua.”

Ya tapi emang jati diri itu tidak pernah bisa dipalsukan. Runtuhlah tembok saya sebagai sosok remaja yang (sok) berpikirandewasa menjadi remaja yang cuma gede badan namun berhati Spongebob Squarepants alias kaya anak kecil:










Kemudian, malam harinya, saya iseng-iseng keluar hotel dengan maksud mencari angin segar. Bukan angin segaryang saya nikmati malam itu, melainkan pemandangan di depan saya yangmenurut saya, “WOW THAT’S FREAKIN’ AWESOME, MAN!”, yang tidak lain adalah MOBILGOWES PANGANDARAN. Setiap orang bisa berkeliling pantai barat, timur, selatan,tenggara, dan berbagai macamnya itu di Pangandaran dengan kendaraan unik yangsatu ini bersama beberapa anggota keluarga tanpa harus kena panas dan hujan. Seru, kan?Sayangnya, entah bagaimana, mungkin saya memang belum berjodoh untuk naik mobil gowes ini karena meskipun sudah antusias hingga satu jam saya berdiri, hasilnya tetap saja nihil dikarenakan seluruh mobil gowes telah terpakai oleh orang lain. Sedih, ya? Jadinya, saya beserta ibu saya hanya bisa naik becak biasa sebagai kendaraan yang mengantarkan kami untuk berkeliling di sekitar Pantai Pangandaran. Huh. Kalo kata Pak Manang, itu namanya apes, ya udah lah ya, hihihi.







Keesokan harinya, saya beserta keluarga pulang keJakarta untuk kembali menghadapi realita kehidupan. Di tengah perjalanan, kami sempet menginap terlebih dahulu di Hotel Santika karena kelelahan dan melanjutkan kembali perjalanan menuju keJakarta di hari berikutnya.

Banyak sekali hal menyenangkanyang saya lakukan di Pangandaran. Berhubung saya juga mencintai pantai, jadi bisadibilang saya sangat senang dengan liburan saya kali ini karena bisa berinteraksi langsung dengan air lautdan pasir pantai. Apalagi ketika saya bisa meluangkan banyak waktu bersama orangtua, karena bisa dibilang sangat jarang bagi kami untuk bisa menemukan waktu yang pas dimana kami semua bisa melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa liburan ini memang salah satu family time yang menyenangkan buat saya.


Itu ceritaku, mana ceritamu?

1.7.13

Generasi Muda dan Pemilu

Warga negara Indonesia sebentar lagi akan berpatisipasi dalam Pemilu 2014 untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 - 2019. Pemilihan umum atau yang kita akrab dengar sebagai Pemilu adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut banyak ragamnya, mulai dari Presiden, wakil rakyat, hingga kepala desa. Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Nomor 18 mendefinisikan pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah atau pernah kawin. Pemilih yang berusia 17-21 tahun dan baru pertama kali mengikuti Pemilu disebut sebagai pemilih pemula. Meskipun dinamakan pemilih pemula, jumlah pemilih pemula yang akan mengikuti Pemilu 2014 diperkirakan dapat mencapai kisaran 50 juta pemilih. Namun, tak ada satupun partai politik yang secara spesifik melirik keberadaan pemilih pemula yang jumlahnya sangat potensial tersebut. Selain itu, partisipasi pemilih pemula dapat dikatakan rendah, bahkan kebanyakan diantara mereka memilih untuk tidak memberikan suara sama sekali yang dikenal dengan istilah golongan putih atau golput.

Banyak alasan yang membuat generasi muda seperti kita untuk tidak ikut andil dalam pemilihan umum. Kurangnya sosialisasi politik merupakan salah satu faktor yang sangat sering dialami oleh para pemilih pemula. Apa, sih, sosialisasi politik itu? Sosialisasi politik merupakan proses dimana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi mereka pada politik. Ketika generasi muda tidak mendapatkan sosialisasi politik yang mencukupi,  maka munculah sikap kurang peduli terhadap kehidupan berpolitik yang menyebabkan mereka enggan untuk ambil bagian dalam Pemilu. Cara sosialisasi yang formal dan kaku memberikan kesan kepada mereka bahwa politik adalah hal yang identik dengan golongan tua dan merupakan suatu hal yang berat juga membosankan. Mereka juga terpengaruh oleh anggapan bahwa politik itu kotor. Padahal, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Selain itu, pemilih pemula juga tidak merasakan manfaat pemilu secara langsung sehingga mereka memutuskan untuk tidak memilih.

Permasalahannya adalah bagaimana membangun minat generasi muda sebagai pemilih pemula untuk mau berpartisipasi dalam Pemilu? Karena menurut survei Lembaga Peduli Remaja (LPR) Kriya Mandiri Solo di kota Solo pada tanggal 19 Februari 2009, potensi golput pemilih pemula di Solo cukup tinggi. Dari 340 responden yang dipilih secara acak dari sepuluh SMA dan SMK di Solo, hanya 21,49% saja yang menyatakan siap memberikan suara. Sisanya 60,51% menyatakan belum yakin apakah akan memilih atau tidak, artinya berpotensi golput, dan 18% dengan tegas menyatakan tidak memilih. Ini disebabkan oleh sikap tidak peduli dan sinisme kaum muda yang menurut mereka, tidak mendapatkan manfaat pemilu yang dirasakan secara langsung oleh mereka. Hal ini kemudian menyebabkan mereka memilih untuk tidak mengikuti Pemilu. Apa kemudian yang bisa kita lakukan untuk menarik minat pemilih pemula mengikuti Pemilu? Banyak cara yang bisa dilakukan, baik oleh penyelenggara pemilu maupun partai politik.

Sosialisasi politik yang menyenangkan dan tidak melulu dengan cara formal dapat menambah minat pemilih pemula untuk mengikuti kegiatan Pemilu. Lewat sosialisasi politik yang informal dan mengikuti perkembangan jaman, pemilih pemula akan lebih tertarik untuk tahu tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka sebagai warga negara. Sosialisasi politik tersebut bisa melalui obrolan ringan mengenai politik dengan keluarga ataupun membuat majalah dinding sekolah bertemakan pendidikan politik yang secara tidak langsung akan membuat pelajar-pelajar muda yang merupakan pemilih pemula belajar dan tertarik dengan dunia politik. Lomba cerdas cermat yang diadakan oleh KPU mengenai Pemilukada juga akan menambah partisipasi anak muda dalam bidang-bidang politik sehingga mereka bukan hanya berlomba untuk mendapatkan hadiah, tetapi juga belajar sedikit demi sedikit mengenai pendidikan politik.

Sosialisasi bukan hanya sekedar di lingkungan sekolah ataupun keluarga, di zaman globalisasi seperti sekarang peran media massa terutama jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook juga akan sangat berpengaruh karena sebagian besar pengguna aktifnya adalah anak-anak muda. Lewat jejaring sosial dan dengan menggunakan bahasa yang mudah dicerna, anak-anak muda akan berminat untuk membaca tulisan-tulisan yang tersebar di jejaring sosial. Cepatnya informasi yang beredar di internet membuat keuntungan tersendiri, khususnya untuk kegiatan sosialisasi politik yang baik itu dilakukan oleh aktivis, organisasi, ataupun partai politik. Bahkan, ada juga website http://RI1.tv yang mengajak generasi muda untuk lebih peduli terhadap politik. Website ini membuat anak muda lebih terhubung dan dapat berdiskusi dengan kandidat presiden di Pilpres 2014 sehingga mereka dapat mengenal lebih calon-calon presiden yang akan mereka pilih nanti. Maka dari itu, parpol harus mengerti tentang perkembangan zaman, karena bila parpol “gagap” dalam menangkap perkembangan zaman, maka mereka akan gagal menarik simpati para pemilih pemula.

Bukan hanya sosialisasi politik yang diperlukan untuk menambah partisipasi pemilih pemula dalam pemilihan umum. Anak-anak muda juga harus tau apa, sih, manfaat yang bisa mereka dapatkan ketika ikut dalam kegiatan Pemilu. Ketika kita ikut dalam Pemilu, yang pertama akan kita dapatkan adalah pengalaman dan pengetahuan baru mengenai sistem pemilihan yang ada di negara kita. Pengalaman ini tentu saja merupakan pengalaman yang belum pernah kita dapatkan sebelum kita genap berumur 17 tahun dan mendapatkan KTP secara resmi. Akan sangat menyenangkan ketika kita mendapatkan cap biru di kelingking dan menjadi pemilih untuk pertama kalinya, bukan hanya menonton orang tua atau kakak kita memilih di TPU.

Kedua, dengan datang ke TPU untuk menjalankan hak kita sebagai warga negara, kita juga akan menambah sosialisasi baik itu dengan pemilih-pemilih lain ataupun dengan petugas pemilu. Berbincang tentang kandidat dan bertanya dengan orang-orang tersebut membuat kita lebih enjoy tanpa perlu grogi dan menambah jumlah kawan kita. Oleh sebab itu, jangan ragu untuk berdiskusi dengan orang-orang di TPU karena hal tersebut dapat berguna bagi kita kelak.

Sedangkan manfaat yang ketiga ialah kita akan lebih mengetahui mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara. Banyak sekali hak-hak kita sebagai warga negara, contohnya mempunyai kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan yang bisa kita lakukan melalui partisipasi kita dalam Pemilu. Sedangkan kewajiban kita adalah membayar pajak, menjujung tinggi hukum dan pemerintahan, dan masih banyak lagi. Saat kita mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai warga negara, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak ikut berpatisipasi dalam menggunakan hak kita sebagai warga negara dengan ikut memilih dalam pemilu. Dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus kita jalani, kita juga diberikan oleh negara hak-hak yang sudah seharusnya kita pergunakan dengan sebaik-baiknya.

Kesimpulannya, dengan mengikuti sosialisasi politik dan mengetahui manfaat yang akan kita dapatkan ketika kita berpartisipasi dalam kegiatan Pemilu merupakan cara-cara yang dapat kita lakukan untuk tidak membuang sia-sia hak memilih kita sebagai warga negara. Apabila kita mengetahui dengan jelas kandidat kita atau partai politik yang akan kita pilih, kita tidak perlu takut dengan apa yang kita pilih dan tidak mengikuti apa yang dipilih oleh mayoritas, sebab mayoritas bukan berarti paling baik. Setiap suara dalam Pemilu sangat berarti, sehingga perlu kehati-hatian kita dalam memilih kandidat karena apa yang kita pilih akan sangat berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan negara. Yang perlu kita lakukan adalah memilih dengan hati nurani dan dengan atau tanpa paksaan siapapun. Lalu, masih adakah alasan bagi generasi muda untuk golput dalam Pemilu 2014 nanti?

Kegelisahan

Aku terbangun, terpaksa bangun lebih tepatnya. Pukul 4:00 WIB. Dengan sigap aku mencoba berdiri, menahan keinginan untuk kembali terlelap ataupun sekedar menutup mata selama sedetik saja. Semua beban seperti menjadi suatu kumpulan besar yang siap meninju ketika menyangkut bangun di pagi hari. Mengulang rutinitas yang sama seperti layaknya menelan masakan tanpa suatu rempah apapun, hambar, jadi tak berselera. Ah, betapa inginnya aku menggulingkan realita menjadi sebuah bunga tidur yang bisa aku nikmati setiap waktu. Namun apa daya, ciptaan Tuhan tak akan mampu melebihi apa yang telah digariskan-Nya.

Satu-satunya hal yang bisa membuat raga menjadi siap tempur adalah dengan bilasan air. Mandi menjadi cara yang paling ampuh untuk menghilangkan kemalasan di pagi hari. Dilanjutkan dengan makan lalu bersiap-siap menata buku-buku pelajaran yang diperlukan hari itu. Memakai kaos kaki, sepatu dan akhirnya kaki pun siap untuk melangkahkan dirinya ke tempat keramat yang satu itu; sekolah.

Jalan masih lengang dan hanya segelintir kendaraan yang lalu lalang di jalan. Lampu-lampu kendaraan bermotor menjadi padam ketika raja langit mulai menampakan dirinya sedikit demi sedikit. Meskipun ia diberi gelar Raja, namun bukan berarti ia seorang yang angkuh. Dengan bijaknya, perlahan ia munculkan dirinya tanpa mau mengagetkan sekumpulan manusia-manusia di bawahnya. Lalu lambat laun, ia akan mulai memperlihatkan kekuasaannya dengan kekuatan teriknya yang mampu membakar kulit seputih salju menjadi umpama pantat panci. Ketika sudah lelah, ia akan kembali ke peraduannya dan memberikan sedikit dari kekuatannya untuk kawan akrabnya, si Purnama. Tanpa siapa pun sadari, Raja telah mengajarkan banyak makhluk lain untuk menjadi sosok yang kuat namun tetap rendah hati, menjadi sosok yang tak urung berbagi sinarnya dengan yang membutuhkan.

Mengamati banyak hal ketika dalam perjalanan mungkin menjadi kegemaran banyak orang, termasuk diriku sendiri. Menelaah lebih dalam tentang suatu makna yang tidak dapat dijelaskan oleh orang lain selain diri kita sendiri dan mengambil manfaatnya, merupakan hal yang jauh lebih menyenangkan dibandingkan memusatkan segala jiwa dan akal untuk sebuah soal fisika yang menjenuhkan hingga membuat segala semesta yang megah ini menjadi sekeruh limbah pabrik. Di saat pikiran kita melayang jauh, berpikir mengenai banyak hal yang mungkin orang lain belum sempat terpikirkan, rasanya seperti melesat jauh ke angkasa. Atau sebaliknya, seperti terjun bebas atau melayang-layang dari galaksi lain menuju bumi; bebas, lepas, tak tertahan apapun. Sulit untuk mendeskripsikannya, namun sensasi dari proses berpikir tersebut lekat dengan kata mengagumkan. Bagaimana kekuatan pikiran dapat mengubah diri kita dan orang-orang di sekitar kita merupakan hal yang tak pernah berhenti membuatku berdecak kagum.

Pagar sekolahku berwarna hijau tua dengan musholah yang lumayan besar di samping kiri yang akan langsung terlihat ketika pertama kali menjejakkan kaki disana. Lalu aku masuk, dan seperti biasa, suasana masih sepi sejauh apapun aku memandang. Kelas hanya berisi dua orang temanku yang memang menjadi sohibku ketika baru datang di pagi hari yang masih sunyi ini. Setelah agak lama, sedikit demi sedikit murid-murid lain akan mulai berdatangan dan mengobrol satu sama lain dengan teman dekatnya masing-masing. Dan di titik tersebut, aku merasa menjadi seorang yang linglung dan sangat kesepian. Di kala seluruh suara bising memenuhi kelas, aku menjadi satu-satunya manusia yang mungkin tidak merasakan suatu apapun yang hidup di dalam sana.

Aku bukan tipe anak yang senang menyendiri, aku bisa bergaul dan pandai dalam hal tersebut. Namun, ketika berurusan dengan teman dekat, aku menjadi seperti seorang yang ingin menjalani diet ketat; aku menjadi selektif. Aku selalu mencoba mencari kecocokan dan ketidakcocokan antara aku dengan orang lain. Mungkin aku termasuk orang yang terlalu banyak berpikir hingga semuanya akan berujung pada ketidakcocokan. Aku sulit untuk menemukan orang yang mampu memuaskan syarat-syaratku, hasilnya selalu nol besar. Kerap kali aku menyadari bahwa tidak akan ada orang yang bisa sempurna. Tetapi entah mengapa, aku selalu berpikir bahwa ketika seseorang tersebut memliki suatu ketidakcocokan denganku, maka itulah pertanda yang sangat jelas mengapa aku seharusnya tidak membuatnya menjadi teman dekatku.

Kebencianku terhadap kesepian membuatku mood-ku menjadi cepat berubah. Kadang kala, aku suka tidak mengerti apa yang sebenarnya aku inginkan, apa yang sebenarnya aku cari. Kesempurnaan kah? Aku sendiri tidak menahu. Semuanya terasa kurang untukku. Kesepian menjadi silet yang semakin lama semakin menyiksaku, seperti bumerang. Aku menyalahkan semua orang, keadaanku, segalanya, untuk mengurangi rasa kesepianku sendiri. Tapi, semuanya pada akhirnya hanya berbalik ke arahku, menerjangku tanpa ampun dan membuatku menjadi sehalus butir debu. Rasanya seperti ingin pensiun dari kehidupan saja kalau sudah begitu.

Setelah kira-kira pukul 7:00 WIB, pelajaran akan segera dimulai. Dan akan terus begitu hingga bel pulang sekolah pukul 14:15 WIB. Menjalani rutinitas yang membosankan, menjalani hari-hari yang berat. Rasanya selalu ingin memuntahkan segalanya. Aku butuh ember yang tepat, yang tidak terlalu besar atau terlalu kecil untuk menampung muntahanku yang abstrak dengan pahit manis hidup. Apa itu berwarna biru, merah, atau ungu sekalipun, aku tidak peduli. Andaikan hidup ini hanya mimpi yang selalu bisa dikendalikan setiap geraknya. Tanpa terkekang apapun, tanpa suatu masalah yang menyesakkan dada, tanpa rutinitas yang selalu menjemukan. Sayangnya, hidup ibarat lautan lepas yang tak kenal henti mengalir, sesekali mencipratkan gelombang yang seketika menelan segala di depannya menjadi rata tak menyisakan suatu apapun. Surut, dan akan kembali tanpa membisikkan pertanda pada siapapun.




12/04/2013

20.4.13

Lack of Self-Confidence


in·se·cu·ri·ty ; NOUN
lack of confidence or assurance; self-doubt


in·se·cure ; ADJECTIVE
Not sure or certain; doubtful


Orang-orang mungkin selalu bilang bahwa insecurity itu sesuatu yang lumrah, hal yang manusiawi terjadi sama semua manusia. Dan untuk statement itu, gue sangat setuju. Tapi, kadang, tingkat ketidakpedean seseorang itu berbeda. Tentu aja di dunia ini semua manusia punya keunikan sendiri dan sifat bawaan masing-masing. Bukan nggak mungkin di satu kesempatan, kita bakal nemu orang yang tingkat ketidakpedean nya itu super tinggi dan mengarah ke annoying atau jadi selalu pengen cari perhatian maupun diperhatiin.

Sebenernya apa sih yang bikin orang jadi insecure?

Penyebab utama kita merasa kurang percaya diri: Diri Sendiri.

Banyak hal juga, sih, sebenernya yang membuat kita jadi pribadi yang kurang pede atau selalu insecure, seperti lingkungan, pergaulan, keadaan fisik, dan lain-lain. Tapi yang perlu kita sadari adalah bahwa semua itu nggak akan berarti ketika kita bisa 'merdeka', ketika kita bisa mengontrol penuh diri kita dan bukan pendapat-pendapat orang lain lah yang mengatur jalannya kehidupan kita.

Jadi orang yang punya krisis percaya diri itu nggak enak. Rasanya tuh selalu ngerasa rendah diri setiap kali kita dicuekin atau ketika kita ditinggal sama temen kita saat mereka lagi ngobrol sama orang lain, ngerasa kalo kita nggak cukup attractive secara appearance atau personality untuk menarik perhatian mereka sehingga mereka lebih memilih orang lain untuk diajak bercanda daripada kita. Kemudian kita juga bakal gondok setengah mati, kesel, atau bahkan benci sama orang-orang yang kita rasa bisa menyaingi kita. Belum lagi kalo kita suka cepet beranggapan negatif dan cepet tersinggung sama orang lain. Duh, repot, kan?

Gue nulis postingan ini bukan berarti gue nggak kena 'penyakit' kurang percaya diri kaya gini. Yap, bisa dibilang gue adalah salah satu dari kawan-kawan diluar sana yang jadi korban atas sifat atau perilaku ini.

Banyak faktor tentunya yang bikin diri kita iri hati bin dengki sama orang lain. Contohnya, ketika kita ngeliat ada orang yang secara tampang lebih cantik atau ganteng dari kita dan kita ngerasa kalo diri kita sangat teramat jauh jangkauannya dari orang tersebut. Atau pas kita ngerasa kalo kehidupan orang lain lebih beruntung dari kita. Ya, biasanya sih yang single (bukan, kok, bukan jomblo) suka gitu. Ngeliat yang pacaran mesra dikit langsung dalem hati mengutuk sambil berdoa, "duh, tolong lebarkan hati hamba ya, Tuhan.. Kapan punya pacar.." tapi ketika di mulut langsung nyerocos, "Idih, apaan, tuh?! Pacaran kok kayaknya ngeksis dimana-mana, dikira gosip Eyang Subur kali, ye.". Kalo udah gitu, kadang suka ada yang mikir kalo mereka nggak punya pacar disebabkan tidak lain dan tidak bukan adalah akibat faktor tampang. Dengan begitu, resmilah kasus ini berhubungan erat dengan contoh yang pertama tadi dan menghasilkan, sekali lagi, perasaan kurang pede dengan kualitas diri.

Masih banyak sebenernya contoh-contoh kasus kurang percaya diri lainnya, tapi yang pasti, perasaan kurang pede itu cuma berujung menyakiti diri sendiri. Percaya nggak percaya, iri karena orang lain dan benci karena mereka diberikan karunia yang lebih dari Tuhan cuma akan berubah menjadi senjata makan tuan. Seumpama bumerang, niat hati ingin melukai target, ternyata pihak yang dilukai oleh bumerang tersebut ialah diri kita sendiri.

Coba, deh, kita renungin bareng-bareng. Apa ketika kita benci sama seseorang, kita simpen gondok itu sendiri, kumpulan-kumpulan dengki tersebut bakal berpindah tempat ke orang yang kita benci?

Jawabannya:
NGGAK. 

Mereka, kumpulan-kumpulan dengki tersebut, cuma akan mencabik-cabik diri kita perlahan-lahan. Mungkin kita akan jadi orang yang berusaha terlalu keras untuk diterima oleh lingkungannya, sampai-sampai mengubah diri sendiri supaya bisa jadi seperti keinginan orang lain sehingga menghapus identitas diri. Padahal, apa yang ada di dalam diri kita, keunikan-keunikan kita itulah yang menjadi hal penting sehingga orang lain bisa membedakan kita dari manusia-manusia lain. Kalau kita menilai diri kita kurang, belum tentu orang melihat apa yang kita kira jelek itu sebagai hal buruk. Masing-masing manusia diberikan kualitas yang berbeda-beda supaya bisa saling melengkapi ketika bertemu dengan manusia-manusia yang lain, betul atau betul?

Mulai sekarang, lebih baik banyak melihat kelebihan diri sendiri daripada terus-terusan melihat kekurangan yang nggak akan ada habisnya. Terima diri apa adanya, dan jangan lupa temukan orang-orang yang bisa melengkapi kita dan menerima diri kita apa adanya. Karena orang-orang seperti itulah macam orang yang pantas untuk stay di hidup kita sehingga membuat kita merasa bahwa menjadi manusia yang mempunyai suatu kekurangan itu bukanlah suatu masalah karena mereka menerima kita dengan segala apa yang kita punyai.



3.3.13

Owl City

Banyak hal-hal aneh yang gue pikirkan akhir-akhir ini. Entahlah, apa karena faktor ulangan di sekolah yang bertumpuk-tumpuk sehingga membuat gue stress berkepanjangan atau emang gue-nya yang aneh... Semua itu adalah rahasia Allah SWT. 

Mungkin kalian semua pikir dari judul di atas gue akan menulis tentang si Owl City a.k.a Adam Young:
 

Hey, Sweetie.

Bukan kawan-kawan, meskipun dia emang ganteng kaya pacar gue, tapi sayangnya gue nggak akan membicarakan tentang dia. Yang sekarang akan gue omongin adalah... *jreng jreng*



Yap, gue akan membicarakan tentang obsesi baru gue mengenai burung hantu. Burung hantu ini merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada waktu malam hari. Biasanya mereka ini makan hewan-hewan kecil kaya tikus, burung lain, dll. Dan si Owl ini ( katanya, karena gue nggak pernah megang :( ) punya bulu yang halus, jadi ini juga yang jadi favorit para pemelihara burung hantu selain karena mereka bisa dilatih dan wajahnya yang imut-imut menggemaskan, he he he. 

Sebenarnya gue tau sakit nya cinta yang nggak bisa diwujudkan. Maksud gue adalah kecintaan gue terhadap si Owie ini ( belum punya burung hantu tapi udah punya nama kesayangan ) nggak akan pernah bisa gue wujudkan dengan memelihara nya dalam waktu dekat ini karena nyokap dan bokap gue sangat melarang gue untuk memelihara hewan. Kecuali ikan. Atau kura-kura. Atau tikus dan kecoa di rumah. Pokoknya mereka nggak akan suka kalau gue melihara hewan yang berbulu dan bisa bergerak-gerak di darat. 

Sekarang gue hanya bisa berharap supaya jodoh gue nanti adalah pecinta hewan, bukan cuma pecinta ikan *kode* kaya orang tua gue yang tercinta. Kalau misalnya calon suami gue suka hewan, otomatis gue akan punya Owie atau hewan-hewan impian gue lainnya yang belum sempet gue pelihara sewaktu remaja. Amin.

2.1.13

HAPPY NEW YEAR GUYS!


SELAMAT TAHUN BARU 2013 YA SEMUAAA!

Tahun baru, awal yang baru juga. Betul atau betul? Duh, maaf sekali ya blogku, udah lama banget nggak diurusin lagi sekarang.. :(

Oh ya, by the way, sekarang gue udah jadi murid SMA di SMAN 71 Jakarta Timur, loh. Sekarang udah liburan semester, tapi tinggal menghitung hari bakal selesai liburan indah gue. Kembali bersama tugas-tugas, ulangan-ulangan, bimbel yang super duper melelahkan, dan begadang semalam suntuk karena harus kebut belajar buat ulangan. Ya, begitulah, kerasnya kehidupan SMA. Tapi, gue percaya sih kalo gue nggak 'tersiksa' kaya gitu, gue nggak akan ngerasain betapa indahnya liburan walaupun hanya libur satu hari ataupun cuma weekend. He he he, maklum, pelajar.

Sebenernya emang gue nggak mau posting terlalu banyak, sih. Gue nulis ini juga karena gue bosen soalnya doi lagi asik ngeband plus gue nggak ngapa-ngapain, dan kebetulan juga gue lagi flashback jadi blogwalking di blog temen-temen SMP gue dulu. Suddenly, gue jadi berinisiatif untuk nulis posting tentang tahun baru.

Jadi, sekali lagi, Happy New Year!

4.7.12

Kehilangan

Kehilangan. Dari kata-katanya aja udah nyelekit, apalagi kalo dirasain aslinya. Bisa dibayangin rasanya kehilangan itu sendiri; sedih, kosong, merana.. Ya, kurang lebih begitu, lah. Tapi kehilangan itulah yang bikin jadi dewasa. Proses pendewasaan emang bisa dibilang nggak gampang, pasti susah dan pahit, sama aja kaya makanan. Pernah ngerasa nggak, sih, kalo makanan-makanan yang sehat itu banyak yang nggak senikmat makanan-makanan yang nggak sehat? Tapi kalo kita pengen sehat, ya, kita harus selalu konsisten untuk makan makanan yang sehat walaupun nggak seenak makanan yang nggak sehat. Sama aja kaya proses pendewasaan, kalo kita mau dewasa kita juga harus bersusah-susah dahulu, ngerasain sakitnya supaya kita bisa belajar dari kesalahan agar kita bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi.


Kehilangan sebenernya nggak seburuk itu, sih. Kalo kita kehilangan sesuatu atau, ehm, seseorang, dan ngerasa kalo cuma kita sendiri yang terpuruk, itu salah banget. Banyak, kok, orang-orang yang nggak kita kenal di luar sana yang ngerasain kaya yang kita rasain. Dan nggak sedikit juga yang berhasil ngelewatin hal itu dengan baik. Kehilangan itu udah bisa dibilang kaya nafas. Tapi, emang iya, kan? Kita menghirup oksigen setiap harinya, dan kita juga kehilangan karbon dioksida yang dikeluarkan tubuh dari hidung. Bisa dibayangin kalo tubuh kita nggak ngeluarin karbon dioksida? Kita bisa aja meninggal gara-gara nyimpen zat yang seharusnya dikeluarkan oleh tubuh. Untuk semua karbon dioksida yang udah kita keluarkan, paru-paru kita juga bakal diisi oleh oksigen-oksigen baru yang kita hirup. Kemudian terjadilah perputaran seperti tadi setiap harinya tanpa kita sadari. Intinya: Yang hilang, akan digantikan dengan yang baru. Dan yang hilang, memang seharusnya hilang karena mungkin memang itu yang terbaik buat hidup kita.


Memang, sih, pada awalnya kehilangan itu susah untuk diterima. Tapi, yang perlu kita sadari adalah bahwa kita memang makhluk yang diciptakan untuk sebuah perubahan. Kita yang akan menyesuaikan diri dengan perubahan, bukan perubahan yang menyesuaikan diri dengan kita. Pertamanya emang galau atau sulit banget kalau baru beradaptasi sama perubahan atau kehilangan, tapi ketika kita udah terbiasa sama pola baru kita, kita akan ngerasa baik-baik aja. Kunci perubahan itu menurut gue adalah waktu. Jangan dipaksain untuk menerima perubahan dengan instan, karena bukan begitu cara hidup manusia. Untuk menghadapi perubahan, kita butuh waktu, butuh proses yang nggak sebentar. Kalo kata orang Jawa tuh, alon alon asal kelakon -- pelan-pelan asal tercapai. Cukup dengan let it flow, jalanin aja apa yang udah ada di depan kita. Nggak usah terburu-buru, santai aja ngejalaninnya asalkan kita tetap fokus ke depan dan nggak curi-curi pandang lagi ke belakang. Percayalah bahwa harapan baru itu pasti masih ada, bahwasanya ketika satu pintu tertutup maka akan terbuka beberapa pintu lainnya. Tetaplah percaya karena kita nggak akan pernah tahu apa yang Tuhan rencanakan untuk diri kita di masa yang akan datang. 


Nurul F