4.7.12

Kehilangan

Kehilangan. Dari kata-katanya aja udah nyelekit, apalagi kalo dirasain aslinya. Bisa dibayangin rasanya kehilangan itu sendiri; sedih, kosong, merana.. Ya, kurang lebih begitu, lah. Tapi kehilangan itulah yang bikin jadi dewasa. Proses pendewasaan emang bisa dibilang nggak gampang, pasti susah dan pahit, sama aja kaya makanan. Pernah ngerasa nggak, sih, kalo makanan-makanan yang sehat itu banyak yang nggak senikmat makanan-makanan yang nggak sehat? Tapi kalo kita pengen sehat, ya, kita harus selalu konsisten untuk makan makanan yang sehat walaupun nggak seenak makanan yang nggak sehat. Sama aja kaya proses pendewasaan, kalo kita mau dewasa kita juga harus bersusah-susah dahulu, ngerasain sakitnya supaya kita bisa belajar dari kesalahan agar kita bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi.


Kehilangan sebenernya nggak seburuk itu, sih. Kalo kita kehilangan sesuatu atau, ehm, seseorang, dan ngerasa kalo cuma kita sendiri yang terpuruk, itu salah banget. Banyak, kok, orang-orang yang nggak kita kenal di luar sana yang ngerasain kaya yang kita rasain. Dan nggak sedikit juga yang berhasil ngelewatin hal itu dengan baik. Kehilangan itu udah bisa dibilang kaya nafas. Tapi, emang iya, kan? Kita menghirup oksigen setiap harinya, dan kita juga kehilangan karbon dioksida yang dikeluarkan tubuh dari hidung. Bisa dibayangin kalo tubuh kita nggak ngeluarin karbon dioksida? Kita bisa aja meninggal gara-gara nyimpen zat yang seharusnya dikeluarkan oleh tubuh. Untuk semua karbon dioksida yang udah kita keluarkan, paru-paru kita juga bakal diisi oleh oksigen-oksigen baru yang kita hirup. Kemudian terjadilah perputaran seperti tadi setiap harinya tanpa kita sadari. Intinya: Yang hilang, akan digantikan dengan yang baru. Dan yang hilang, memang seharusnya hilang karena mungkin memang itu yang terbaik buat hidup kita.


Memang, sih, pada awalnya kehilangan itu susah untuk diterima. Tapi, yang perlu kita sadari adalah bahwa kita memang makhluk yang diciptakan untuk sebuah perubahan. Kita yang akan menyesuaikan diri dengan perubahan, bukan perubahan yang menyesuaikan diri dengan kita. Pertamanya emang galau atau sulit banget kalau baru beradaptasi sama perubahan atau kehilangan, tapi ketika kita udah terbiasa sama pola baru kita, kita akan ngerasa baik-baik aja. Kunci perubahan itu menurut gue adalah waktu. Jangan dipaksain untuk menerima perubahan dengan instan, karena bukan begitu cara hidup manusia. Untuk menghadapi perubahan, kita butuh waktu, butuh proses yang nggak sebentar. Kalo kata orang Jawa tuh, alon alon asal kelakon -- pelan-pelan asal tercapai. Cukup dengan let it flow, jalanin aja apa yang udah ada di depan kita. Nggak usah terburu-buru, santai aja ngejalaninnya asalkan kita tetap fokus ke depan dan nggak curi-curi pandang lagi ke belakang. Percayalah bahwa harapan baru itu pasti masih ada, bahwasanya ketika satu pintu tertutup maka akan terbuka beberapa pintu lainnya. Tetaplah percaya karena kita nggak akan pernah tahu apa yang Tuhan rencanakan untuk diri kita di masa yang akan datang. 


Nurul F

No comments:

Post a Comment