1.7.13

Generasi Muda dan Pemilu

Warga negara Indonesia sebentar lagi akan berpatisipasi dalam Pemilu 2014 untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 - 2019. Pemilihan umum atau yang kita akrab dengar sebagai Pemilu adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut banyak ragamnya, mulai dari Presiden, wakil rakyat, hingga kepala desa. Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Nomor 18 mendefinisikan pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah atau pernah kawin. Pemilih yang berusia 17-21 tahun dan baru pertama kali mengikuti Pemilu disebut sebagai pemilih pemula. Meskipun dinamakan pemilih pemula, jumlah pemilih pemula yang akan mengikuti Pemilu 2014 diperkirakan dapat mencapai kisaran 50 juta pemilih. Namun, tak ada satupun partai politik yang secara spesifik melirik keberadaan pemilih pemula yang jumlahnya sangat potensial tersebut. Selain itu, partisipasi pemilih pemula dapat dikatakan rendah, bahkan kebanyakan diantara mereka memilih untuk tidak memberikan suara sama sekali yang dikenal dengan istilah golongan putih atau golput.

Banyak alasan yang membuat generasi muda seperti kita untuk tidak ikut andil dalam pemilihan umum. Kurangnya sosialisasi politik merupakan salah satu faktor yang sangat sering dialami oleh para pemilih pemula. Apa, sih, sosialisasi politik itu? Sosialisasi politik merupakan proses dimana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi mereka pada politik. Ketika generasi muda tidak mendapatkan sosialisasi politik yang mencukupi,  maka munculah sikap kurang peduli terhadap kehidupan berpolitik yang menyebabkan mereka enggan untuk ambil bagian dalam Pemilu. Cara sosialisasi yang formal dan kaku memberikan kesan kepada mereka bahwa politik adalah hal yang identik dengan golongan tua dan merupakan suatu hal yang berat juga membosankan. Mereka juga terpengaruh oleh anggapan bahwa politik itu kotor. Padahal, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Selain itu, pemilih pemula juga tidak merasakan manfaat pemilu secara langsung sehingga mereka memutuskan untuk tidak memilih.

Permasalahannya adalah bagaimana membangun minat generasi muda sebagai pemilih pemula untuk mau berpartisipasi dalam Pemilu? Karena menurut survei Lembaga Peduli Remaja (LPR) Kriya Mandiri Solo di kota Solo pada tanggal 19 Februari 2009, potensi golput pemilih pemula di Solo cukup tinggi. Dari 340 responden yang dipilih secara acak dari sepuluh SMA dan SMK di Solo, hanya 21,49% saja yang menyatakan siap memberikan suara. Sisanya 60,51% menyatakan belum yakin apakah akan memilih atau tidak, artinya berpotensi golput, dan 18% dengan tegas menyatakan tidak memilih. Ini disebabkan oleh sikap tidak peduli dan sinisme kaum muda yang menurut mereka, tidak mendapatkan manfaat pemilu yang dirasakan secara langsung oleh mereka. Hal ini kemudian menyebabkan mereka memilih untuk tidak mengikuti Pemilu. Apa kemudian yang bisa kita lakukan untuk menarik minat pemilih pemula mengikuti Pemilu? Banyak cara yang bisa dilakukan, baik oleh penyelenggara pemilu maupun partai politik.

Sosialisasi politik yang menyenangkan dan tidak melulu dengan cara formal dapat menambah minat pemilih pemula untuk mengikuti kegiatan Pemilu. Lewat sosialisasi politik yang informal dan mengikuti perkembangan jaman, pemilih pemula akan lebih tertarik untuk tahu tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka sebagai warga negara. Sosialisasi politik tersebut bisa melalui obrolan ringan mengenai politik dengan keluarga ataupun membuat majalah dinding sekolah bertemakan pendidikan politik yang secara tidak langsung akan membuat pelajar-pelajar muda yang merupakan pemilih pemula belajar dan tertarik dengan dunia politik. Lomba cerdas cermat yang diadakan oleh KPU mengenai Pemilukada juga akan menambah partisipasi anak muda dalam bidang-bidang politik sehingga mereka bukan hanya berlomba untuk mendapatkan hadiah, tetapi juga belajar sedikit demi sedikit mengenai pendidikan politik.

Sosialisasi bukan hanya sekedar di lingkungan sekolah ataupun keluarga, di zaman globalisasi seperti sekarang peran media massa terutama jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook juga akan sangat berpengaruh karena sebagian besar pengguna aktifnya adalah anak-anak muda. Lewat jejaring sosial dan dengan menggunakan bahasa yang mudah dicerna, anak-anak muda akan berminat untuk membaca tulisan-tulisan yang tersebar di jejaring sosial. Cepatnya informasi yang beredar di internet membuat keuntungan tersendiri, khususnya untuk kegiatan sosialisasi politik yang baik itu dilakukan oleh aktivis, organisasi, ataupun partai politik. Bahkan, ada juga website http://RI1.tv yang mengajak generasi muda untuk lebih peduli terhadap politik. Website ini membuat anak muda lebih terhubung dan dapat berdiskusi dengan kandidat presiden di Pilpres 2014 sehingga mereka dapat mengenal lebih calon-calon presiden yang akan mereka pilih nanti. Maka dari itu, parpol harus mengerti tentang perkembangan zaman, karena bila parpol “gagap” dalam menangkap perkembangan zaman, maka mereka akan gagal menarik simpati para pemilih pemula.

Bukan hanya sosialisasi politik yang diperlukan untuk menambah partisipasi pemilih pemula dalam pemilihan umum. Anak-anak muda juga harus tau apa, sih, manfaat yang bisa mereka dapatkan ketika ikut dalam kegiatan Pemilu. Ketika kita ikut dalam Pemilu, yang pertama akan kita dapatkan adalah pengalaman dan pengetahuan baru mengenai sistem pemilihan yang ada di negara kita. Pengalaman ini tentu saja merupakan pengalaman yang belum pernah kita dapatkan sebelum kita genap berumur 17 tahun dan mendapatkan KTP secara resmi. Akan sangat menyenangkan ketika kita mendapatkan cap biru di kelingking dan menjadi pemilih untuk pertama kalinya, bukan hanya menonton orang tua atau kakak kita memilih di TPU.

Kedua, dengan datang ke TPU untuk menjalankan hak kita sebagai warga negara, kita juga akan menambah sosialisasi baik itu dengan pemilih-pemilih lain ataupun dengan petugas pemilu. Berbincang tentang kandidat dan bertanya dengan orang-orang tersebut membuat kita lebih enjoy tanpa perlu grogi dan menambah jumlah kawan kita. Oleh sebab itu, jangan ragu untuk berdiskusi dengan orang-orang di TPU karena hal tersebut dapat berguna bagi kita kelak.

Sedangkan manfaat yang ketiga ialah kita akan lebih mengetahui mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara. Banyak sekali hak-hak kita sebagai warga negara, contohnya mempunyai kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan yang bisa kita lakukan melalui partisipasi kita dalam Pemilu. Sedangkan kewajiban kita adalah membayar pajak, menjujung tinggi hukum dan pemerintahan, dan masih banyak lagi. Saat kita mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai warga negara, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak ikut berpatisipasi dalam menggunakan hak kita sebagai warga negara dengan ikut memilih dalam pemilu. Dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus kita jalani, kita juga diberikan oleh negara hak-hak yang sudah seharusnya kita pergunakan dengan sebaik-baiknya.

Kesimpulannya, dengan mengikuti sosialisasi politik dan mengetahui manfaat yang akan kita dapatkan ketika kita berpartisipasi dalam kegiatan Pemilu merupakan cara-cara yang dapat kita lakukan untuk tidak membuang sia-sia hak memilih kita sebagai warga negara. Apabila kita mengetahui dengan jelas kandidat kita atau partai politik yang akan kita pilih, kita tidak perlu takut dengan apa yang kita pilih dan tidak mengikuti apa yang dipilih oleh mayoritas, sebab mayoritas bukan berarti paling baik. Setiap suara dalam Pemilu sangat berarti, sehingga perlu kehati-hatian kita dalam memilih kandidat karena apa yang kita pilih akan sangat berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan negara. Yang perlu kita lakukan adalah memilih dengan hati nurani dan dengan atau tanpa paksaan siapapun. Lalu, masih adakah alasan bagi generasi muda untuk golput dalam Pemilu 2014 nanti?

No comments:

Post a Comment