Warga
negara Indonesia sebentar lagi akan berpatisipasi dalam Pemilu 2014 untuk
memilih calon Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 - 2019. Pemilihan umum
atau yang kita akrab dengar sebagai Pemilu adalah proses pemilihan orang-orang
untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut banyak
ragamnya, mulai dari Presiden, wakil rakyat, hingga kepala desa. Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPD dan DPRD Nomor 18 mendefinisikan pemilih adalah Warga Negara Indonesia
yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah atau
pernah kawin. Pemilih yang berusia 17-21 tahun dan baru pertama kali mengikuti
Pemilu disebut sebagai pemilih pemula. Meskipun dinamakan pemilih pemula,
jumlah pemilih pemula yang akan mengikuti Pemilu 2014 diperkirakan dapat
mencapai kisaran 50 juta pemilih. Namun, tak ada satupun partai politik yang
secara spesifik melirik keberadaan pemilih pemula yang jumlahnya sangat potensial
tersebut. Selain itu, partisipasi pemilih pemula dapat dikatakan rendah, bahkan
kebanyakan diantara mereka memilih untuk tidak memberikan suara sama sekali
yang dikenal dengan istilah golongan putih atau golput.
Banyak
alasan yang membuat generasi muda seperti kita untuk tidak ikut andil dalam
pemilihan umum. Kurangnya sosialisasi politik merupakan salah satu faktor yang
sangat sering dialami oleh para pemilih pemula. Apa, sih, sosialisasi politik itu? Sosialisasi politik merupakan proses dimana
orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi mereka pada politik.
Ketika generasi muda tidak mendapatkan sosialisasi politik yang mencukupi, maka munculah sikap kurang peduli terhadap
kehidupan berpolitik yang menyebabkan mereka enggan untuk ambil bagian dalam
Pemilu. Cara sosialisasi yang formal dan kaku memberikan kesan kepada mereka
bahwa politik adalah hal yang identik dengan golongan tua dan merupakan suatu
hal yang berat juga membosankan. Mereka juga terpengaruh oleh anggapan bahwa
politik itu kotor. Padahal, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Selain itu, pemilih
pemula juga tidak merasakan manfaat pemilu secara langsung sehingga mereka
memutuskan untuk tidak memilih.
Permasalahannya
adalah bagaimana membangun minat generasi muda sebagai pemilih pemula untuk mau
berpartisipasi dalam Pemilu? Karena menurut survei Lembaga Peduli Remaja (LPR)
Kriya Mandiri Solo di kota Solo pada tanggal 19 Februari 2009, potensi golput
pemilih pemula di Solo cukup tinggi. Dari 340 responden yang dipilih secara
acak dari sepuluh SMA dan SMK di Solo, hanya 21,49% saja yang menyatakan siap
memberikan suara. Sisanya 60,51% menyatakan belum yakin apakah akan memilih
atau tidak, artinya berpotensi golput, dan 18% dengan tegas menyatakan tidak
memilih. Ini disebabkan oleh sikap tidak peduli dan sinisme kaum muda yang
menurut mereka, tidak mendapatkan manfaat pemilu yang dirasakan secara langsung
oleh mereka. Hal ini kemudian menyebabkan mereka memilih untuk tidak mengikuti
Pemilu. Apa kemudian yang bisa kita lakukan untuk menarik minat pemilih pemula
mengikuti Pemilu? Banyak cara yang bisa dilakukan, baik oleh penyelenggara
pemilu maupun partai politik.
Sosialisasi
politik yang menyenangkan dan tidak melulu dengan cara formal dapat menambah
minat pemilih pemula untuk mengikuti kegiatan Pemilu. Lewat sosialisasi politik
yang informal dan mengikuti perkembangan jaman, pemilih pemula akan lebih
tertarik untuk tahu tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka sebagai
warga negara. Sosialisasi politik tersebut bisa melalui obrolan ringan mengenai
politik dengan keluarga ataupun membuat majalah dinding sekolah bertemakan
pendidikan politik yang secara tidak langsung akan membuat pelajar-pelajar muda
yang merupakan pemilih pemula belajar dan tertarik dengan dunia politik. Lomba
cerdas cermat yang diadakan oleh KPU mengenai Pemilukada
juga akan menambah partisipasi anak muda dalam bidang-bidang politik sehingga
mereka bukan hanya berlomba untuk mendapatkan hadiah, tetapi juga belajar
sedikit demi sedikit mengenai pendidikan politik.
Sosialisasi
bukan hanya sekedar di lingkungan sekolah ataupun keluarga, di zaman
globalisasi seperti sekarang peran media massa terutama jejaring sosial seperti
Twitter dan Facebook juga akan sangat berpengaruh karena sebagian besar
pengguna aktifnya adalah anak-anak muda. Lewat jejaring sosial dan dengan
menggunakan bahasa yang mudah dicerna, anak-anak muda akan berminat untuk
membaca tulisan-tulisan yang tersebar di jejaring sosial. Cepatnya informasi
yang beredar di internet membuat keuntungan tersendiri, khususnya untuk
kegiatan sosialisasi politik yang baik itu dilakukan oleh aktivis, organisasi,
ataupun partai politik. Bahkan, ada juga website http://RI1.tv
yang mengajak generasi muda untuk lebih peduli terhadap politik. Website ini membuat anak muda lebih terhubung dan
dapat berdiskusi dengan kandidat presiden di Pilpres 2014 sehingga mereka dapat
mengenal lebih calon-calon presiden yang akan mereka pilih nanti. Maka dari
itu, parpol harus mengerti tentang perkembangan zaman, karena bila parpol
“gagap” dalam menangkap perkembangan zaman, maka mereka akan gagal menarik
simpati para pemilih pemula.
Bukan hanya sosialisasi politik yang diperlukan
untuk menambah partisipasi pemilih pemula dalam pemilihan umum. Anak-anak muda
juga harus tau apa, sih, manfaat yang
bisa mereka dapatkan ketika ikut dalam kegiatan Pemilu. Ketika kita ikut dalam
Pemilu, yang pertama akan kita dapatkan adalah pengalaman dan pengetahuan baru
mengenai sistem pemilihan yang ada di negara kita. Pengalaman ini tentu saja
merupakan pengalaman yang belum pernah kita dapatkan sebelum kita genap berumur
17 tahun dan mendapatkan KTP secara resmi. Akan sangat menyenangkan ketika kita
mendapatkan cap biru di kelingking dan menjadi pemilih untuk pertama kalinya,
bukan hanya menonton orang tua atau kakak kita memilih di TPU.
Kedua, dengan datang ke TPU untuk menjalankan hak
kita sebagai warga negara, kita juga akan menambah sosialisasi baik itu dengan
pemilih-pemilih lain ataupun dengan petugas pemilu. Berbincang tentang kandidat
dan bertanya dengan orang-orang tersebut membuat kita lebih enjoy tanpa perlu grogi dan menambah jumlah
kawan kita. Oleh sebab itu, jangan ragu untuk berdiskusi dengan orang-orang di
TPU karena hal tersebut dapat berguna bagi kita kelak.
Sedangkan manfaat yang ketiga ialah kita akan
lebih mengetahui mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban kita sebagai warga
negara. Banyak sekali hak-hak kita sebagai warga negara, contohnya mempunyai
kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat secara lisan
dan tulisan yang bisa kita lakukan melalui partisipasi kita dalam Pemilu.
Sedangkan kewajiban kita adalah membayar pajak, menjujung tinggi hukum dan
pemerintahan, dan masih banyak lagi. Saat kita mengetahui hak-hak dan
kewajiban-kewajiban sebagai warga negara, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk
tidak ikut berpatisipasi dalam menggunakan hak kita sebagai warga negara dengan
ikut memilih dalam pemilu. Dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus kita
jalani, kita juga diberikan oleh negara hak-hak yang sudah seharusnya kita
pergunakan dengan sebaik-baiknya.
Kesimpulannya, dengan mengikuti sosialisasi
politik dan mengetahui manfaat yang akan kita dapatkan ketika kita
berpartisipasi dalam kegiatan Pemilu merupakan cara-cara yang dapat kita
lakukan untuk tidak membuang sia-sia hak memilih kita sebagai warga negara. Apabila
kita mengetahui dengan jelas kandidat kita atau partai politik yang akan kita
pilih, kita tidak perlu takut dengan apa yang kita pilih dan tidak mengikuti apa
yang dipilih oleh mayoritas, sebab mayoritas bukan berarti paling baik. Setiap suara
dalam Pemilu sangat berarti, sehingga perlu kehati-hatian kita dalam memilih
kandidat karena apa yang kita pilih akan sangat berdampak bagi kemajuan dan
kesejahteraan negara. Yang perlu kita lakukan adalah memilih dengan hati nurani
dan dengan atau tanpa paksaan siapapun. Lalu, masih adakah alasan bagi generasi
muda untuk golput dalam Pemilu 2014 nanti?
No comments:
Post a Comment